Sabtu, 13 Desember 2008

KEBUTUHAN BIOETHANOL

Sejak akhir tahun 2004 Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota OPEC yang telah menjadi net importer minyak mentah. Penurunan ekspor BBM secara perlahan sudah berlangsung sejak 1991, sementara itu untuk memenuhi kebutuhan kilang BBM lokal, Indonesia harus mengimpor minyak mentah dalam volume yang makin tinggi. Sulit dihindarkan bahwa sejak 2004 sektor yang sangat vital ini tidak lagi sebagai mesin devisa untuk menopang ekonomi nasional, bahkan telah berubah menjadi beban yang menimbulkan berbagai masalah terhadap kesejahteraan rakyat.
Mengingat harga minyak mentah dunia cenderung terus meningkat hingga melebihi US$ 50.0/barrel, sedangkan impor minyak mentah dan hasil olahannya untuk kebutuhan dalam negeri juga semakin meningkat, maka dibutuhkan berbagai langkah strategis untuk menghemat cadangan energi konvensional, menjaga ketersediaan energi, serta mengurangi pembelanjaan devisa dari sektor ini.
Di samping itu, penggunaan energi fosil telah menimbulkan emisi berbagai gas yang menjadi polutan berbahaya di udara. Bahan aditif timbal yang selama ini digunakan sebagai peningkat angka oktan (octane enhancer) pada bahan bakar bensin ikut berkontribusi terhadap pencemaran udara tersebut. Penggunaan MTBE (Methyl Tertiary Butyl Ether) sebagai pengganti TEL (Tetra Ethyl Lead) merupakan upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan, namun bahan tersebut harus diimpor, dan penggunaannya sudah mulai dilarang di berbagai negara.
Dalam upaya mengatasi berbagai masalah tersebut, program pengembangan bioetanol dari biomasa perlu diaktifkan kembali, dengan multi effect sebagai berikut:
(1) Pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif atau pengganti aditif pada bensin untuk otomotif, yang dapat diperbaharui (renewable), dan dapat diproduksi dari hasil pertanian.
(2) Penghematan devisa karena pengurangan impor MTBE (Methyl Tertiary Butyl Ether) dan minyak olahan akibat disubstitusi oleh bioetanol.
(3) Peningkatan dayaguna berbagai sumber karbohidrat yang potensial untuk bahan baku produksi bioetanol, seperti nira aren, sorgum manis, biji sorgum, ubi kayu dan lainnya.
(4) Memberikan peluang/potensi komersial dari Carbon Credit yang sesuai dengan skema Clean Development Mechanism yang diamanatkan dalam Kyoto Protocol.
(5) Meningkatkan ekonomi pedesaan secara nasional melalui pengembangan industri bioetanol dan agroindustri pendukungnya yang terdesentralisasi di kawasan pertanian-pedesaan.
(6) Menciptakan lapangan pekerjaan bagi berbagai tingkatan pendidikan
(7) Mengurangi polusi udara dan segala dampak negatifnya
Dalam rangka mengimplementasikan upaya pengembangan bioethanol tersebut hingga tingkat daerah, maka perlu dilakukan kajian tekno-ekonomi nira aren (Arenga pinnata) sebagai bahan baku produksi bioetanol skala kecil. Nira aren merupakan salah satu sumber karbohidrat dari palma yang belum dikaji secara mendalam untuk digunakan sebagai bahan baku industri bioetanol, walaupun secara tradisional sudah lama dimanfaatkan untuk pembuatan minuman beralkohol.

1 komentar: